TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com – Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap 21 Februari menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali pentingnya keanekaragaman bahasa dan multibahasa dalam kehidupan sosial, pendidikan, serta budaya.
Tahun 2025 ini, peringatan tersebut memasuki usia ke-25 dengan mengusung tema "Languages Matter: Silver Jubilee Celebration of International Mother Language Day", yang menekankan percepatan pelestarian bahasa ibu untuk dunia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Namun, di tengah semangat perayaan ini, tantangan besar masih dihadapi dalam upaya melestarikan bahasa daerah, termasuk Bahasa Sunda di Jawa Barat, khususnya di Kota Tasikmalaya. Hal ini diungkapkan oleh Andy Koesmayadi, anggota Daya Mahasiswa Sunda sekaligus pengajar seni budaya asal Kota Tasikmalaya.
Menurut pria yang akrab disapa Andy Otot ini, penggunaan Bahasa Sunda di kalangan anak muda semakin terkikis akibat berbagai faktor, terutama lingkungan dan pola komunikasi yang lebih didominasi oleh Bahasa Indonesia atau bahasa yang dipengaruhi oleh tren pergaulan.
"Penggunaan Bahasa Sunda jarang sekali. Anak-anak saat ini kurang mengenal undak-usuk basa (tingkatan kesopanan dalam Bahasa Sunda). Media sosial juga berperan besar dalam mengubah cara mereka berkomunikasi. Banyak konten kreator yang menggunakan bahasa Sunda secara kasar dan kurang mendidik, sehingga anak-anak cenderung mengikuti pola tersebut," ujarnya.
Di dunia pendidikan, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan Bahasa Sunda, termasuk melalui mata pelajaran khusus. Namun, minat siswa masih tergolong rendah.
"Pembelajaran sudah dilakukan secara maksimal, termasuk pengenalan aksara Sunda. Tetapi dalam satu kelas, hanya sedikit yang benar-benar memahami dan tertarik. Faktor lingkungan keseharian menjadi penyebab utama kurangnya minat ini," ungkap Andy.
Andy berharap upaya pelestarian Bahasa Sunda tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga. Menurutnya, keluarga memiliki peran penting dalam membiasakan penggunaan Bahasa Sunda yang baik dan benar, terutama dalam hal kesantunan dan undak-usuk basa.
"Harapannya, penggunaan Bahasa Sunda tidak hanya dalam dunia pendidikan, tapi juga di dalam keluarga. Tata krama dalam berbahasa harus lebih diperhatikan, seperti kebiasaan menyapa dan meminta izin atau bilang "punten" dengan sopan kepada orang yang lebih tua. Sekarang, hal itu mulai jarang ditemukan," pungkasnya.
Dengan tantangan yang ada, diperlukan sinergi antara pendidikan formal, keluarga, serta komunitas budaya untuk memastikan keberlangsungan Bahasa Sunda sebagai bagian dari identitas masyarakat Jawa Barat.