Ikuti Kami :

Disarankan:

Minim Transparansi, Penanganan Dugaan Korupsi DPRD Kota Banjar Menuai Kritik

Sabtu, 10 Mei 2025 | 06:40 WIB
Minim Transparansi, Penanganan Dugaan Korupsi DPRD Kota Banjar Menuai Kritik
Minim Transparansi, Penanganan Dugaan Korupsi DPRD Kota Banjar Menuai Kritik. Foto: NewsTasikmalaya.com/Istimewa.

Penanganan kasus dugaan korupsi tunjangan rumah dinas dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar kembali menuai sorotan. Kritik datang dari Pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar, Muhlison, yang menilai Kejaksaan Negeri Kota Banjar tidak transparan dalam mengungkap konstruksi hukum dan peran para pihak dalam kasus ini.

BANJAR, NewsTasikmalaya.com — Penanganan kasus dugaan korupsi tunjangan rumah dinas dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar kembali menuai sorotan. Kritik datang dari Pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar, Muhlison, yang menilai Kejaksaan Negeri Kota Banjar tidak transparan dalam mengungkap konstruksi hukum dan peran para pihak dalam kasus ini.

Menurut Muhlison, sikap tertutup Kejaksaan memperkuat kecurigaan publik bahwa ada pihak-pihak tertentu yang dilindungi dalam proses hukum tersebut. Ia mempertanyakan sejauh mana peran eksekutif, termasuk Walikota dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), telah ditelaah terkait penerbitan Peraturan Walikota (Perwal) yang menjadi dasar kebijakan tunjangan tersebut.

“Wajar jika publik curiga. Eksekutif yang menerbitkan Perwal justru terkesan tidak tersentuh. Padahal TAPD seharusnya mempertimbangkan kondisi keuangan daerah sebelum mengeluarkan kebijakan,” ujar Muhlison, Jumat (9/5/2025).

Ia juga menyoroti kurangnya penjelasan dari pihak Kejaksaan kepada publik mengenai kronologi kasus, alur dugaan pelanggaran hukum, serta keterlibatan pihak lain di luar dua tersangka yang telah diumumkan.

“Harus dibuka ke publik. Masyarakat berhak tahu siapa saja yang terlibat dan bagaimana proses hukum ini berjalan,” tegasnya.

Muhlison menilai ketertutupan informasi dapat membuka celah subyektivitas dalam penegakan hukum serta mencederai prinsip keadilan. Ia mempertanyakan konstruksi hukum yang digunakan dalam penetapan tersangka, termasuk status Perwal dan perhitungan kerugian negara.

“Seharusnya dijelaskan di mana letak pelanggarannya. Apakah ini penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran administratif?,” tambahnya.

Dalam waktu dekat, POSNU bersama sejumlah elemen masyarakat berencana berkoordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawal proses hukum agar berjalan secara akuntabel. Muhlison juga menyinggung lemahnya pengawasan dari Inspektorat Kota Banjar dalam mendeteksi kebijakan anggaran yang dinilai bermasalah sejak awal.

“Inspektorat harus lebih cermat dan tegas dalam mengevaluasi kebijakan anggaran. Jangan sampai kasus serupa terjadi lagi,” ujarnya.

Sebagai informasi, Kejaksaan Negeri Kota Banjar telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni Ketua DPRD Kota Banjar berinisial DRK dan mantan Sekretaris DPRD Banjar berinisial R. Keduanya diduga terlibat dalam pengelolaan tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Kota Banjar periode 2017–2021 yang merugikan negara sebesar Rp3,5 miliar.

Namun hingga kini, Kejaksaan belum memberikan penjelasan rinci kepada publik terkait konstruksi hukum dan peran masing-masing tersangka. Saat dimintai keterangan, Kejaksaan hanya menyatakan akan memberikan rilis tertulis melalui pesan singkat.

“Mohon maaf, nanti selengkapnya ada di rilis. Akan kami kirimkan,” ujar Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kota Banjar, Akhmad Fakhri, dalam pernyataan sebelumnya.

Rilis yang disampaikan pun hanya memuat gambaran umum tanpa menjelaskan secara terperinci alur dugaan tindak pidana dan dasar penetapan kerugian negara.

Editor
Link Disalin