TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com - Awal tahun 2025 di Kota Tasikmalaya diwarnai keprihatinan mendalam akibat meningkatnya kasus pelecehan seksual yang mencederai citra Kota Santri.
Fenomena ini menjadi ironi di tengah kuatnya nilai-nilai keagamaan yang dijunjung tinggi di kota yang sarat dengan pondok pesantren tersebut.
Meningkatnya laporan kasus pelecehan seksual, baik di ruang publik maupun di lingkungan pendidikan, menggugah keprihatinan banyak pihak.
Salah satunya adalah KOPRI PK PMII INU Tasikmalaya yang menyoroti betapa gentingnya situasi ini dan pentingnya langkah konkret untuk menanggulanginya.
Laura Natalia, kader aktif KOPRI PMII, menyampaikan keprihatinannya atas terus berulangnya kasus kekerasan seksual.
"Awal tahun 2025, berita tentang pelecehan seksual di Tasikmalaya terus bermunculan. Mirisnya, insiden ini bukan hanya terjadi di tempat umum, tetapi juga di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua orang, terutama perempuan," ujar Laura pada Jumat (21/2/2025) pagi.
Ia menambahkan, situasi ini mencerminkan adanya kegagalan sistematis dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, baik dari pemerintah, lembaga pendidikan, maupun aparat penegak hukum.
Menurutnya, minimnya tindakan tegas dan komprehensif telah membuat kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas kebijakan yang ada semakin menipis.
"Pemerintah harus lebih serius dalam mengatasi isu ini dengan merumuskan kebijakan yang melibatkan semua pihak terkait. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan komunitas sangat diperlukan untuk menciptakan ruang yang aman bagi semua orang," tegas Laura.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa refleksi mendalam dan evaluasi terhadap kebijakan penanganan kekerasan seksual harus menjadi prioritas bersama.
Bukan hanya untuk menegakkan keadilan bagi korban, tetapi juga sebagai pesan kuat bahwa kekerasan seksual dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi.
"Kami mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku. Selain itu, kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam gerakan 'Stop Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan'," tambahnya.
Laura juga menyoroti pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai bahaya serta dampak pelecehan seksual.
Menurutnya, menciptakan lingkungan yang peka terhadap tanda-tanda kekerasan seksual merupakan langkah penting dalam mencegah kasus serupa di masa depan.
Sebagai acuan hukum, Laura menyinggung pentingnya penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Aturan-aturan ini, menurutnya, sudah cukup kuat jika diterapkan dengan konsisten dan tegas.
"Dengan langkah konkret, kolaborasi aktif, dan dukungan penuh dari pemerintah serta masyarakat, kita berharap Kota Tasikmalaya bisa menjadi kota yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan seksual. Ini bukan hanya tentang melindungi perempuan, tetapi juga menjaga martabat kemanusiaan kita bersama," pungkas Laura.