Ikuti Kami :

Disarankan:

Alih Fungsi Hutan Rakyat di Ciamis, Banjar dan Pangandaran Kian Marak, Konservasi Terancam

Selasa, 17 Juni 2025 | 16:00 WIB
Alih Fungsi Hutan Rakyat di Ciamis, Banjar dan Pangandaran Kian Marak, Konservasi Terancam
Alih Fungsi Hutan Rakyat di Ciamis, Banjar dan Pangandaran Kian Marak, Konservasi Terancam. Foto: NewsTasikmalaya.com/Istimewa.

Maraknya alih fungsi hutan rakyat di wilayah Ciamis, Banjar, dan Pangandaran menjadi kebun hortikultura seperti singkong, jagung, cabai, dan sayur mayur, memicu kekhawatiran serius terhadap kelestarian lingkungan. Kondisi ini diperparah oleh anjloknya harga kayu gelondongan, papan, dan balok dalam beberapa tahun terakhir, terutama jenis kayu albasia.

CIAMIS, NewsTasikmalaya.com – Maraknya alih fungsi hutan rakyat di wilayah Ciamis, Banjar, dan Pangandaran menjadi kebun hortikultura seperti singkong, jagung, cabai, dan sayur mayur, memicu kekhawatiran serius terhadap kelestarian lingkungan. Kondisi ini diperparah oleh anjloknya harga kayu gelondongan, papan, dan balok dalam beberapa tahun terakhir, terutama jenis kayu albasia.

“Harga kayu terus menerus anjlok, terutama kayu albasia, setelah maraknya penggunaan baja ringan (bajring),” ungkap Dedi Rohendi, Koordinator PPL Kehutanan, dalam pertemuan bersama Anggota Komisi IV DPR RI Ir. H. Herry Dermawan, yang digelar di Kantor Cabang Dinas Kehutanan Jabar Wilayah VII, Jalan Koperasi, Ciamis, Senin (16/6/2025).

Pertemuan tersebut diikuti oleh 36 orang Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kehutanan dari wilayah kerja Ciamis, Banjar, dan Pangandaran. Hadir pula Kepala KCD Kehutanan Wilayah VII Jawa Barat, Cucu Andriyannur.

Dedi menjelaskan bahwa penurunan tajam permintaan kayu, terutama albasia yang selama ini menjadi andalan petani hutan rakyat, telah menyebabkan harga jatuh bebas. Dari sebelumnya Rp800.000 per kubik, kini hanya sekitar Rp300.000 per kubik. Harga kayu jati pun ikut tergerus hingga di bawah Rp1 juta per kubik.

“Petani sudah menunggu bertahun-tahun untuk panen kayu, tetapi saat dipanen, harganya justru turun drastis. Menghadapi kondisi ini, banyak petani akhirnya membabat hutan rakyat milik mereka untuk ditanami tanaman semusim yang lebih cepat menghasilkan,” jelasnya.

Menurutnya, gejala ini menjadi ancaman nyata terhadap keberlangsungan sumber daya air dan ekosistem di sepanjang daerah aliran sungai (DAS), terutama di kawasan hulu yang selama ini berfungsi sebagai daerah resapan air.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI, Ir. H. Herry Dermawan, menekankan pentingnya langkah edukatif dan persuasif agar petani yang telah mengalihfungsikan lahan kembali mau menanami hutan rakyat dengan tanaman kayu keras.

"Fenomena ini harus menjadi perhatian semua pihak. Perlu ada pendekatan edukatif persuasif agar warga yang sudah terlanjur mengalihfungsikan hutan rakyat milik menjadi kebun kembali menjadi hutan," harapnya.

Sebagai solusi, ia mendorong agar lahan yang telah dialihfungsikan ditanami kembali dengan pohon buah-buahan yang tetap memiliki nilai ekonomi, tanpa mengorbankan fungsi konservasi.

"Minimal hutan rakyat yang beralih fungsi jadi kebun tersebut ditanami kembali dengan tanaman kayu keras berupa pohon buah-buahan. Seperti mangga, petai, durian, kelapa, aren/kawung, alpukat, dan pohon buah-buahan lainnya. Petani bisa mendapat hasil dari buahnya sementara kayunya tidak ditebang. Jadi fungsi konservasinya tetap terjaga," imbuhnya.

Ia juga berharap 36 PPL Kehutanan di wilayah tersebut dapat memainkan peran strategis dalam pemulihan fungsi hutan rakyat, tidak hanya sebagai pendamping kelompok tani hutan atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), tetapi juga sebagai verifikator lapangan yang memastikan program pembinaan masyarakat di sekitar hutan tepat sasaran.

Editor
Link Disalin