TASIKMALAYA, NewsTasikmalaya.com – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingginya angka kasus asusila yang terjadi di wilayah tersebut. Ia menyebutkan, tingginya angka kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan struktural yang saling berkaitan.
Menurut Ato, salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya edukasi seksual sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun di institusi pendidikan. Di sisi lain, minimnya pengawasan orang tua serta lemahnya komunikasi dalam keluarga turut membuat anak-anak lebih rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi.
Kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan literasi digital juga memberi celah bagi anak untuk mengakses konten yang tidak sesuai usianya, sehingga meningkatkan risiko perilaku menyimpang.
Faktor ekonomi dan tekanan hidup pun menjadi pemicu lain, di mana ketimpangan sosial dan kesulitan ekonomi mendorong sebagian individu melakukan pelanggaran demi kepuasan atau keuntungan sesaat.
Selain itu, lemahnya penegakan hukum yang tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku, serta pengaruh budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat, ikut memperburuk situasi.
Tak hanya itu, stigma sosial terhadap korban sering kali membuat mereka enggan melapor karena takut dihakimi, dan rendahnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap pentingnya pencegahan kekerasan seksual menjadikan kasus-kasus seperti ini terus berulang. Pelaku pun kerap memanfaatkan manipulasi, ancaman, atau bujuk rayu untuk mengendalikan dan membungkam korban.
“Kasus-kasus ini tidak berdiri sendiri. Ada pola dan sebab-sebab sosial yang harus diurai bersama,” kata Ato Rinanto dalam keterangannya, Kamis (15/05/2025).
Ia menegaskan pentingnya sinergi antara keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, dan aparat penegak hukum dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.
KPAID Kabupaten Tasikmalaya, lanjut Ato, berkomitmen untuk terus meningkatkan kampanye edukasi serta memberikan pendampingan bagi korban. Ia juga mendorong penegakan hukum yang lebih tegas agar pelaku mendapatkan hukuman setimpal dan kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang.
“Perlindungan terhadap anak harus dimulai dari rumah, didukung oleh sekolah dan ditopang oleh kebijakan pemerintah yang berpihak pada korban,” tutupnya.